Langsung ke konten utama

kemana kita pergi, jika.....?

Saya terjaga di jam 3 pagi dan mendapati diri sesegukan tanpa sebab hingga fajar datang. Hari-hari saya berjalan biasa saja dan ‘normal’, tapi saat malam, tanpa sebab saya bisa menangis dengan hebat, seperti sedang kehilangan sesuatu. Dan ini terjadi selama 2 tahun. 

Saya pikir ini hal wajar, karena emosi yang tidak stabil jika dalam kondisi PMS (Pre Menstruasi Syndrom). Mungkin bukan. Siklus menstruasi saya terhitung dengan baik, dan berbekal pelajaran biologi semasa SMA, saya mengerti kapan hormon-hormon saya meningkat dan bekerja. Jika ini karena kerja hormon, kenapa saya bisa mengalami ini nyaris setiap hari? 

Saya lahir dan tumbuh di keluarga yang sulit mengekspresikan rasa cinta. Berpelukan, adalah sesuatu yang aneh. Dan obrolan tak pernah begitu intim dan dalam. Dan hidup dengan menyaksikan kekerasan. Saat remaja, saya tumbuh menjadi anak yang punya lingkungan sosial yang sempit, sedikit teman, sedikit pengetahuan, tidak percaya diri. Saya sangat tertutup dan kadang takut bersosialisasi dengan orang lain. Bagi saya, terlalu banyak orang jahat di luar sana. Dan rumah harusnya jadi tempat paling aman bagi saya. 

Hasilnya, saya terbiasa menelan apa yang saya rasakan sendirian. Menjadi people pleaser. Tak mudah percaya pada orang lain. Gagal dalam hubungan jangka panjang. Luka masa kecil. dan punya keinginan mengakhiri hidup. 

Tapi apakah lingkungan sosial saya peduli? Oh, belum tentu. Saya dibilang ‘drama’. Semua yang saya alami barangkali bukan apa-apa dengan kisah hidup Merry Riana atau Bob Marley, atau Michael Jackson. Saya menyadari itu. Tapi apakah mental saya sama tangguhnya dengan mereka?

Belakangan, emosi saya benar-benar buruk. Saat seperti itu, saya membutuhkan orang lain untuk berbagi. Bagi saya, itu satu-satunya cara untuk membuat saya tenang. Namun yang terjadi adalah kawan dekat saya melabeli saya sebagai psikopat. Sesuatu yang harusnya didiagnosis oleh ahli kejiwaan. Atau apakah kita memang berhak mengatakan demikian? 

Belum lagi tekanan sosial, quarter life crisis, generasi sandwich, burn out, dan inner child yang terus menghantui saya. dan quotes bijak yang toxic. 

Saat depresi, saya kehilangan nafsu makan, jantung berdetak kencang meski tubuh tidak baru saja olahraga, kurang tidur, wajah kusam, dan tubuh saya benar-benar buruk. Ke mana saya harus pergi jika saya ada dalam keadaan ini; tidak ada layanan kesehatan mental yang bisa saya akses (atau lebih tepatnya belum saya temukan), tidak ada kawan bercerita yang rela mendengar tanpa judgement? Kemana saya harus pergi jika kesehatan mental masih dipandang sebagai sesuatu yang alai dan berlebihan? 


Jika bisa menghindari ini, saya juga ingin….

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Larantuka, Toleransi Umat Beragama yang Bukan Puisi

Di bulan September 2020 lalu, saya diajak oleh dosen saya, Ibu Rini Kartini untuk terlibat dalam peliputan toleransi umat beragama di Larantuka. Bagi saya, selama 4 hari di kota Larantuka untuk tujuan produksi itu seperti mengajak saya pulang dan melihat lebih jauh tentang kota ini.  *** Saya lahir di Larantuka, kota kecil di bagian timur Flores. Saking kecilnya, orang sangat akrab dengan kalimat macam ini; " ke atas ko? " atau " ke bawah ko? ". Kalimat itu dilontarkan oleh para konjak (istilah untuk seseorang yang membantu sopir mikrolet) saat menawarkan jasa angkutan mereka.  Kota kecil ini bisa dikelilingi hanya seharian, itu pun dengan jalan kaki. Bisa juga tidak sampai sehari, jika menggunakan sepeda motor.  Orang-orang mengenalnya dengan kota tua, kota Ratu, atau kota Renha, tempat kerajaan Katolik tertua satu-satunya di Nusantara berdiri hingga kini. Kapela Tuan Ana yang ada di kota Larantuka. (Foto: google) Saya tumbuh di kota yang sederhana ini;...

Are Indonesian Universities Failing to Protect the Victims of Sexual Assault?

Are Indonesian Universities Failing to Protect the Victims of Sexual Assault? Analisis salah satu tayangan Vice Indonesia, pertama kali tayang di kanal youtube Vice pada 7 April 2019 Tema Penangan pelecehan seksual di kampus Indonesia  Latar Belakang Produksi Berangkat dari pengakuan dari korban pelecehan seksual bernama Agni (bukan nama sebenarnya), yang dilecehkan oleh HS, seorang mahasiswa rekan KKN saat melakukan KKN di Maluku pada 2017. Agni dan HS adalah mahasiswa UGM (Universitas Gadjah Madah) Yogyakarta. Kasus ini mencuat saat ia menuntut ketidakadilan atas nilai KKN yang diperoleh serta tidak ada tindakan serius oleh beberapa pihak tempat ia melapor. Banyak riset yang menyebutkan bahwa, minimnya bukti bahkan nyaris tidak ada, membuat orang-orang tidak mempercayai kasus semacam ini. Tak hanya itu, budaya patriarki yang kuat menyebabkan masyarakat cenderung menyalahkan korban, bahkan melanggengkan pelecehan seksual yang terjadi termasuk di ranah kampus sekalipun. Ruang aman ...

Mau Bikin Liputan? Mulailah dengan Perencanaan

Saatbuat konten jurnalistik apapun, entah dalam bentuk tulisan, foto, ataupun video, kamu tak hanya perlu perangkat pendukung seperti recorder, kamera, tripod, smartphone, clip-on, dan lain-lain. Soal alat, itu bisa jadi kebutuhan nomor dua. Artinya, di atas itu, ada yang lebih penting, yaitu perencanaan.  Pada umumnya, tahap perencanaan masuk dalam tahap pra-produksi. Tujuan perencanaan agar saat memulai produksi alias turun lapangan, kita tak kelabakan dan tahu mau ngapain aja. Dengan perencanaan yang bagus, akan menghemat biaya produksi dan waktu.  Berikut ini cara-cara membuat perencanaan liputan: 1. Tema Ada banyak hal disekitar kita yang bisa dijadikan tema liputan. Cara menemukannya (lebih tepat: menangkapnya) adalah dengan menajamkan kepekaan terhadap segala sesuatu. Mulailah dengan pertanyaan apa yang menarik dari hal ini atau tempat ini? 2. Lokasi Tentukan di mana saja lokasi yang perlu kamu datangi untuk membuat liputan tersebut, seperti lokasi tempat ti...