Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2021

Are Indonesian Universities Failing to Protect the Victims of Sexual Assault?

Are Indonesian Universities Failing to Protect the Victims of Sexual Assault? Analisis salah satu tayangan Vice Indonesia, pertama kali tayang di kanal youtube Vice pada 7 April 2019 Tema Penangan pelecehan seksual di kampus Indonesia  Latar Belakang Produksi Berangkat dari pengakuan dari korban pelecehan seksual bernama Agni (bukan nama sebenarnya), yang dilecehkan oleh HS, seorang mahasiswa rekan KKN saat melakukan KKN di Maluku pada 2017. Agni dan HS adalah mahasiswa UGM (Universitas Gadjah Madah) Yogyakarta. Kasus ini mencuat saat ia menuntut ketidakadilan atas nilai KKN yang diperoleh serta tidak ada tindakan serius oleh beberapa pihak tempat ia melapor. Banyak riset yang menyebutkan bahwa, minimnya bukti bahkan nyaris tidak ada, membuat orang-orang tidak mempercayai kasus semacam ini. Tak hanya itu, budaya patriarki yang kuat menyebabkan masyarakat cenderung menyalahkan korban, bahkan melanggengkan pelecehan seksual yang terjadi termasuk di ranah kampus sekalipun. Ruang aman untu

Apakah Orang Indonesia sudah Melek Literasi Digital?

Media sosial kerap dipakai sebagai medium untuk mencurahkan protes, kritik, dan suara perlawanan kepada kebijakan-kebijakan pemerintah yang dirasa kurang adil dan tepat. Salah satu contohnya adalah pembatalan vaksin berbayar. Komersialisasi vaksin ini telah menjadi wacana sejak 2020 hingga pada 11 Juli 2021, Kimia Farma tiba-tiba mengumumkan penjualan vaksin gotong-royong untuk individu. Beberapa pejabat seperti Puan Maharani dan Moeldoko kompak mendukung keputusan ini. Warga tak tinggal diam. Melalui media sosial, netizen meluncurkan kritik. Alhasil, vaksinasi berbayarpun dibatalkan. Gerakan ini kemudian oleh sebagian orang disebut aktivisme digital. Jika kamu adalah pengguna sosial media aktif (khususnya instagram), maka kamu akan dengan mudah menjumpai berbagai macam akun media sosial yang aktif berkampanye dengan beragam isu. Tak hanya kampanye atau kritik, gerakan-gerakan solidaritas seperti #temanbantuteman juga dimulai dari sebuah unggahan media sosial, yang kemudian terjaring d

Hasil Observasi Saya tentang Wuring

Wuring adalah sebuah kampung Bajo di kota Maumere. Tahun lalu, sepanjang 2020, saya terlibat untuk melakukan riset di kampung tersebut, bersama teman-teman komunitas KAHE. Dalam proses riset itu, kami juga berkesempatan untuk live in. Saya melakukan live in di bagian timur kampung. Namanya Leko, sebuah lokasi yang reklamasinya melengkung, menyerupai teluk kecil. Saya tinggal di sebuah rumah apung. Rumahnya tidak terlalu besar, terbagi dalam tiga ruangan: ruang depan, ruang tamu, dan dapur. Di depan dan belakang rumah ada teras, ukurannya kira-kira 3*1 meter.  Teras depan dipakai untuk menyimpan pelampung, pukat, dan pendayung. Sedangkan di teras belakang, dipakai untuk mencuci pakaian dan mandi, dan untuk buang air. Ruang tamu ada televisi, dan di rak-rak meja tivi, sang ibu menyimpan beberapa perkakas seperti piring dan cangkir. Di depan pintu masuk, terus ke dapur hanya dibatasi dengan rak piring. Jeriken air berjejer di dekat dinding. Jeriken itu adalah jeriken bekas kemasan oli dan

Diriku yang Lain

Pagi ini aku bangun dan mendapati diriku yang lain sedang terbaring tepat di sisiku. Aku tak terkejut sama sekali. Ia berraga seperti aku. Ia memakai gaun hitam panjang hingga menutupi kedua lututnya. Ia tidur dengan pulas dan penuh damai, layaknya orang mati. Ekspresinya kosong. Aku tidak tahu sejak kapan dia hadir di situ.  Yang aku ingat sepanjang malam aku menangis sambil memaki diri sendiri sebagai manusia rapuh dan tidak berguna, menyesali kesalahan yang aku perbuat. Ah, aku baru ingat pintu-pintu gereja telah ditutup. Bukan hanya gereja di depan jalan masuk kampung, tapi semua kota. Mereka bilang ini gara-gara virus Corona. Sialan benar virus itu, yang sudah membikin banyak orang lebih takut terjangkit dan kemudian mati, dari pada khawatir dengan kesenangan poligami dan menelantarkan anak-anak mereka. Tetapi Gereja telah tutup. Itu berarti tidak ada sakramen pertobatan untuk menyambut paskah kali ini.  Aku semakin membenci diriku sendiri. Aku benci dengan kebodohan-kebodohan yan

Another Day, Another Story

Saya ingin bercerita tentang diri saya. Nama yang diberikan oleh orang tua saya adalah Carlin Karmadina. Kawan-kawan lama saya mengenal baik nama itu, dan menyapa saya dengan nama itu.  Saya sangat menyukai pantai. Melihat gulungan ombak, mendengar deburannya, aroma asin yang mampir di hidung saya, juga bagaimana jejak kaki saya tertinggal di bibir pantai. Saya pemalu, suka mengalah, tidak suka bising, dan mudah cemas dengan hal-hal remeh. Bakat saya adalah menyimpan rahasia seumur hidup. Beberapa hal yg saya alami dan juga yang saya ketahui sendiri tidak saya ceritakan pada siapapun. Belakangan saya menyadari sesuatu; saya mempunyai kepribadian lain. Sayalah yang menciptakannya, tanpa sengaja. Barangkali empat atau lima tahun lalu sejak terlintas di benak untuk menamainya Kaka ID. Orang-orang baru yang saya jumpai sering menanyai kenapa saya memakai nama itu (juga untuk akun FB saya). Saya bilang bahwa itu kependekan dari nama panjang saya di KTP dan ijazah. Lalu ID? Hanya