Langsung ke konten utama

Are Indonesian Universities Failing to Protect the Victims of Sexual Assault?

Are Indonesian Universities Failing to Protect the Victims of Sexual Assault?

Analisis salah satu tayangan Vice Indonesia, pertama kali tayang di kanal youtube Vice pada 7 April 2019


Tema
Penangan pelecehan seksual di kampus Indonesia 

Latar Belakang Produksi
Berangkat dari pengakuan dari korban pelecehan seksual bernama Agni (bukan nama sebenarnya), yang dilecehkan oleh HS, seorang mahasiswa rekan KKN saat melakukan KKN di Maluku pada 2017. Agni dan HS adalah mahasiswa UGM (Universitas Gadjah Madah) Yogyakarta. Kasus ini mencuat saat ia menuntut ketidakadilan atas nilai KKN yang diperoleh serta tidak ada tindakan serius oleh beberapa pihak tempat ia melapor.
Banyak riset yang menyebutkan bahwa, minimnya bukti bahkan nyaris tidak ada, membuat orang-orang tidak mempercayai kasus semacam ini. Tak hanya itu, budaya patriarki yang kuat menyebabkan masyarakat cenderung menyalahkan korban, bahkan melanggengkan pelecehan seksual yang terjadi termasuk di ranah kampus sekalipun.
Ruang aman untuk menjadikan isu ini penting adalah melalui pers. Kisah Agni pertama kali ditulis pers mahasiswa bernama Balairung, kemudian merebak menjadi solidaritas mahasiswa UGM untuk menuntut keadilan, penangan serta pencegahan kasus pelecehan seksual di kampus secara serius.
Dokumenter Vice kali ini menilik lebih jauh dari dari sudut penyintas, pengamat, serta rektorat UGM. 

Keterlibatan
Jakarta Post, Tirto.id, LBH Press, Komnas Perempuan, Balairung Press

Kru dan Jobdesk
Producer Yudistira Dilianzia
Rizky Rahadianto
Host Arzia Wargadiredja
Supervising Producer Jonathan Vita
Ardyan Erlangga
Alia Marhsa
Camera Yudistira Dilianzia
Rizky Rahadianto
Rizky Maulana
Ardila Ramadhan
Production Assistants Azka Namirah
Rizky Maulana
Rights and Clearances Hollister Bafferet
Avery Mencher
Vick Kelsey
Equipment Manager Dan Meyer
Post Production Coordinator Asheley Figaro
VP, Music Services & Licensing Ricki Askin
Head of Archival Avery Fox
Archival Producer Tanna Tarpley
Music Licensing Manager Adam Broadsky
Head of Development Adri Murguia
VP, Post Production Mike Daniels
Direction of Post Production Anna Diaz-Stilwell
Editor Syarifah Sadiyah
Assistent Editors Sabrina Sinaga
Ray Darmawansyah
Translator Jade Poa
Motion Designers Ilyas Rivani
Poetra Pesik
Logo Desainer Yasmin Hutasuhut

Segmen dan Target Sasaran 
Geografi: Karena tayangan ini menggunakan kanal youtube, maka jangkauannya lebih luas dan tidak terbatas, sejauh konektiftas geografis dengan pemirsa. 
Demografi: Vice, dengan teknik liputan mendalam, menarik pemirsa dengan rentang usia 18 hingga 50 tahun. 
Psikografi: Pemirsa Vice adalah mereka yang muda, menyukai garam isu sosial, terbiasa menonton dokumenter yang ringan hingga berat. 

Kualitas Program
Berkualitas sangat baik, dengan susunan tim kerja yang jelas dan profesional. 


Sumber
https://www.balairungpress.com/2018/11/nalar-pincang-ugm-atas-kasus-perkosaan/ (diakses pada 16 September 2021)

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Larantuka, Toleransi Umat Beragama yang Bukan Puisi

Di bulan September 2020 lalu, saya diajak oleh dosen saya, Ibu Rini Kartini untuk terlibat dalam peliputan toleransi umat beragama di Larantuka. Bagi saya, selama 4 hari di kota Larantuka untuk tujuan produksi itu seperti mengajak saya pulang dan melihat lebih jauh tentang kota ini.  *** Saya lahir di Larantuka, kota kecil di bagian timur Flores. Saking kecilnya, orang sangat akrab dengan kalimat macam ini; " ke atas ko? " atau " ke bawah ko? ". Kalimat itu dilontarkan oleh para konjak (istilah untuk seseorang yang membantu sopir mikrolet) saat menawarkan jasa angkutan mereka.  Kota kecil ini bisa dikelilingi hanya seharian, itu pun dengan jalan kaki. Bisa juga tidak sampai sehari, jika menggunakan sepeda motor.  Orang-orang mengenalnya dengan kota tua, kota Ratu, atau kota Renha, tempat kerajaan Katolik tertua satu-satunya di Nusantara berdiri hingga kini. Kapela Tuan Ana yang ada di kota Larantuka. (Foto: google) Saya tumbuh di kota yang sederhana ini;...

Jurnalisme Warga

Jurnalisme warga atau Citizen Journalism dapat diartikan sebagai prakterk jurnalisme yang dilakukan oleh orang biasa. Orang biasa yang dimaksud adalah mereka yang bukan wartawan yang bekerja di media profesional. Dengan jurnalisme warga, setiap orang bisa membuat berita dan mendistribusikan informasi secara global. Jurnalisme warga ini  mengembangkan new media  di berbagai daerah yang didukung dengan teknologi.  Jurnalisme warga turut melahirkan media-media indie yang memfasilitasi dan terbuka untuk semua orang untuk memproduksi berita dan menyebarkan informasi yang mereka miliki.  Ada 6 kategori jurnalisme warga 1. Audience Participation 2. Independent News  3. Situs Berita Partisipatoris Murni 4. Colaboratif & Contributory 5. Personal Boarcasting Site Tantangan dari jurnalisme warga adalah akurasi, kredibilitas dan ketaatan pada kode etik jurnalistik. Saking bebasnya mengeksplorasi informasi, warga yang memproduksi berita tidak menggunakan kaid...

Jumlah Anggota DPRD Perempuan di Kab/Kota se-NTT Belum Capai 10%

  Jumlah anggota DPRD perempuan Kab/Kota se-NTT belum pernah mencapai 10% sejak 2015 hingga 2022. Jumlah ini masih berkisar dari 8,14%-9,38%.  Di tahun 2015, setahun setelah pemilu 2014, menjadi persentase tertinggi jumlah anggota DPRD perempuan di NTT yaitu 9,38% atau 61 perempuan dari 650 orang. Sedangkan pada periode pemilu 2019, jumlah perempuan yang duduk di kursi DPRD tingkat Kab/Kota se-NTT sebesar 8,98% dari jumlah anggota DPRD laki-laki atau 58 perempuan dari 646. Angka ini menunjukan rendahnya keterlibatan perempuan di dalam parlemen meski setiap partai politik patuh untuk melibatkan minimal 30% perempuan dalam pendirian maupun dalam kepengurusan partai sesuai UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.  Jumlah perempuan yang duduk di lembaga legislatif baik tingkat kabupaten hingga pusat akan berpengaruh terhadap pengambilan kebijakan yang berpijak dan ramah pada perempuan.