Langsung ke konten utama

Another Day, Another Story

Saya ingin bercerita tentang diri saya.

Nama yang diberikan oleh orang tua saya adalah Carlin Karmadina. Kawan-kawan lama saya mengenal baik nama itu, dan menyapa saya dengan nama itu. 

Saya sangat menyukai pantai. Melihat gulungan ombak, mendengar deburannya, aroma asin yang mampir di hidung saya, juga bagaimana jejak kaki saya tertinggal di bibir pantai.

Saya pemalu, suka mengalah, tidak suka bising, dan mudah cemas dengan hal-hal remeh. Bakat saya adalah menyimpan rahasia seumur hidup. Beberapa hal yg saya alami dan juga yang saya ketahui sendiri tidak saya ceritakan pada siapapun.

Belakangan saya menyadari sesuatu; saya mempunyai kepribadian lain. Sayalah yang menciptakannya, tanpa sengaja. Barangkali empat atau lima tahun lalu sejak terlintas di benak untuk menamainya Kaka ID. Orang-orang baru yang saya jumpai sering menanyai kenapa saya memakai nama itu (juga untuk akun FB saya). Saya bilang bahwa itu kependekan dari nama panjang saya di KTP dan ijazah. Lalu ID? Hanya buat rame biar lebih keren. 

Terlepas dari itu, saya mengenal Kaka sebagai  perempuan berani, tegas, rajin dan ulet, bertanggung jawab, selalu bisa diandalkan. Berbeda dengan Carlin, Kaka percaya pada dirinya sendiri. Ia berpenampilan apa adanya, agak tomboy, tidak suka basa-basi. 

Carlin dan Kaka adalah dua pribadi yang  berbeda, dan kadang mereka muncul sesuka hati jika saya kehilangan kendali. Di saat-saat buruk, Carlin muncul paling dominan sebagai pribadi melankolis yang mudah depresi dan kalah. Ia hadir sebagai gadis 10 tahun yg suka merengek (entah pada siapa), suka mengeluh, dan selalu takut. Pelariannya adalah mencari kambing hitam atas keadaan yang buruk. 

Berbeda dengan Kaka, ia tampil sebagai perempuan dewasa di masa-masa resesif, memperbaiki yang salah dan selalu bisa menenangkan diri bahwa "It's OK". Ia selalu ingin belajar hal baru dan ingin lebih baik dari hari ke hari. Jika ada yang salah, ia hanya bersedih sebentar, dan melupakannya. Ia sadar bahwa ia tidak hidup untuk kemarin.

Meski mereka berbeda, mereka punya tujuan hidup yang sama; menjadi berguna. Sesederhana itu. Seabstrak itu. Itulah yang membuat mereka bersama dan tetap hidup. Belum terpikirkan untuk meyisihkan salah satu dari mereka, karena saya masih membutuhkan keduanya. Carlin yang lembek, pemaaf dan penyayang memiliki banyak mimpi, dan Kaka lah yang mengejarnya. Semangat Kaka datang dari Carlin. Selain itu yang satu pembuat onar, dan yang satunya tukang memperbaiki keadaan. Komplit bukan? 

Ngomong-ngomong, ini cerita yang saya karang. Jadi jangan percaya. (Maaf kena prank pepagi)

Selamat pagi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Larantuka, Toleransi Umat Beragama yang Bukan Puisi

Di bulan September 2020 lalu, saya diajak oleh dosen saya, Ibu Rini Kartini untuk terlibat dalam peliputan toleransi umat beragama di Larantuka. Bagi saya, selama 4 hari di kota Larantuka untuk tujuan produksi itu seperti mengajak saya pulang dan melihat lebih jauh tentang kota ini.  *** Saya lahir di Larantuka, kota kecil di bagian timur Flores. Saking kecilnya, orang sangat akrab dengan kalimat macam ini; " ke atas ko? " atau " ke bawah ko? ". Kalimat itu dilontarkan oleh para konjak (istilah untuk seseorang yang membantu sopir mikrolet) saat menawarkan jasa angkutan mereka.  Kota kecil ini bisa dikelilingi hanya seharian, itu pun dengan jalan kaki. Bisa juga tidak sampai sehari, jika menggunakan sepeda motor.  Orang-orang mengenalnya dengan kota tua, kota Ratu, atau kota Renha, tempat kerajaan Katolik tertua satu-satunya di Nusantara berdiri hingga kini. Kapela Tuan Ana yang ada di kota Larantuka. (Foto: google) Saya tumbuh di kota yang sederhana ini;...

Jurnalisme Warga

Jurnalisme warga atau Citizen Journalism dapat diartikan sebagai prakterk jurnalisme yang dilakukan oleh orang biasa. Orang biasa yang dimaksud adalah mereka yang bukan wartawan yang bekerja di media profesional. Dengan jurnalisme warga, setiap orang bisa membuat berita dan mendistribusikan informasi secara global. Jurnalisme warga ini  mengembangkan new media  di berbagai daerah yang didukung dengan teknologi.  Jurnalisme warga turut melahirkan media-media indie yang memfasilitasi dan terbuka untuk semua orang untuk memproduksi berita dan menyebarkan informasi yang mereka miliki.  Ada 6 kategori jurnalisme warga 1. Audience Participation 2. Independent News  3. Situs Berita Partisipatoris Murni 4. Colaboratif & Contributory 5. Personal Boarcasting Site Tantangan dari jurnalisme warga adalah akurasi, kredibilitas dan ketaatan pada kode etik jurnalistik. Saking bebasnya mengeksplorasi informasi, warga yang memproduksi berita tidak menggunakan kaid...

Jumlah Anggota DPRD Perempuan di Kab/Kota se-NTT Belum Capai 10%

  Jumlah anggota DPRD perempuan Kab/Kota se-NTT belum pernah mencapai 10% sejak 2015 hingga 2022. Jumlah ini masih berkisar dari 8,14%-9,38%.  Di tahun 2015, setahun setelah pemilu 2014, menjadi persentase tertinggi jumlah anggota DPRD perempuan di NTT yaitu 9,38% atau 61 perempuan dari 650 orang. Sedangkan pada periode pemilu 2019, jumlah perempuan yang duduk di kursi DPRD tingkat Kab/Kota se-NTT sebesar 8,98% dari jumlah anggota DPRD laki-laki atau 58 perempuan dari 646. Angka ini menunjukan rendahnya keterlibatan perempuan di dalam parlemen meski setiap partai politik patuh untuk melibatkan minimal 30% perempuan dalam pendirian maupun dalam kepengurusan partai sesuai UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.  Jumlah perempuan yang duduk di lembaga legislatif baik tingkat kabupaten hingga pusat akan berpengaruh terhadap pengambilan kebijakan yang berpijak dan ramah pada perempuan.