Langsung ke konten utama

Pengertian, Prinsip, dan Karakter Jurnalisme Online


Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi mendukung kerja-kerja jurnalistik sehingga muncul jurnalisme online. Jurnalisme online sering dikenal dengan istilah Cyber Journalism atau Web Journalism. Jurnalisme online erat kaitannya dengan jurnalistik, online, internet, dan website. Secara harafiah, jurnalistik adalah proses peliputan, penulisan, dan penyebaran informasi aktual melalui media massa. Online adalah keadaan konektifitas atau ketersambungan yang mengacu pada word wide web. Internet adalah sistem jaringan komputer yang saling terhubung. Dan website adalah halaman yang mengandung konten yang dapat diakses oleh internet.
Jurnalisme online secara sederhana dapat dipahami sebagai proses menyampaikan informasi melalui internet. 


Berikut prinsip dasar jurnalisme online menurut Paul Brandshow:

  • Bravety (keringkasan), berita online ringkas disesuaikan dengan kebutuhan dam tingkat kesibukan yang tinggi dari pembaca.
  • Adaptability (kemampuan beradaptasi)
  • Scannability (mudah diakses), memungkinkan pembaca untuk mencari informasi.
  • Interaktivity, pembaca terlibat aktif.
  • Community & Conversation, memungkinkan terjadi penjaringan komunitas serta timbal balik antara media dan publik atas prinsip dari interaksi.


Mike Ward menyebutkan karakteristik jurnalisme online yang membedakannya dengan jurnalisme konvensional, sebagai berikut:
  • Immediacy, kecepatan menyampaikan informasi. Berita-berita baru bermunculan dalam hitungan menit.
  • Multiple Pagination, bisa berupa ratusan page (halaman).
  • Flexibility Delivery Platform, wartawan bisa menulis berita di manapun.
  • Archive, berita dapat diarsipkan dengan kategori atau keyword tertentu. 


Berikut prinsip dasar jurnalisme online menurut James Faus:

  • Audience Control, pembaca memilih sendiri berita yang ingin dibaca. 
  • Nonlienarity, tiap berita yang ditayangkan bisa berdiri sendiri atau tidak berurutan.
  • Storage & Retrievel, berita dapat tersimpan dan dapat diakses kapan saja.
  • Unlimited space, jumlah berita lebih lengkap dibanding media lain karena tidak terbatas oleh batasan apapun.
  • Multimedia, bisa menampilkan tekt, suara, gambar, video, dll di dalam sebuah berita.
  • Interactivity, peningkatan interaksi media terhadap publik.

Rey G. Rosales dalam bukunya The Element of Online Journalism menyebutkan elemen dasar dalam jurnalisme online, antara lain. 

  • Headline, judul berita.
  • Text, isi atau teks berita.
  • Picture
  • Grafis
  • Leather Link, link lain yang mendukung dan berkaitan dengan berita. 
  • Audio (audio yang dimaksud adalah audio yang berdiri sendiri tanpa digabungkan dengan audio)
  • Video
  • Slide Show, galeri atau gambar yang disertai dengan keterangan foto. 
  • Animation
  • Interactive Graphic, grafis yang di desain untuk berinteraksi dengan penggunanya. 
  • Interactive Game, mini game yang bisa dimainkan oleh pengguna. 

Richard Greg dalam Online Journalism: Recording, Writing, Editing for New Media menyebutkan ciri dari jurnalisme online antara lain: pembaca bisa menggunakan link untuk menawari pengguna agar membaca berita lebih lanjut, pembaca dapat memperbarui berita secara langsung dan teratur, informasi online banyak, dapat menambahkan video, dan memungkin pengarsipan online.

Jurnalisme online disebut sebagai jurnalisme masa depan karena kemudahannya seperti wartawan tidak hanya menampilkan teks, tetapi juga audio, gambar, dan video; berita selalu bisa diberitakan di manapun (termasuk blog pribadi wartawan), dan publik menggunakan media online sebagai rujukan utama untuk mendapatkan informasi. 

***

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Larantuka, Toleransi Umat Beragama yang Bukan Puisi

Di bulan September 2020 lalu, saya diajak oleh dosen saya, Ibu Rini Kartini untuk terlibat dalam peliputan toleransi umat beragama di Larantuka. Bagi saya, selama 4 hari di kota Larantuka untuk tujuan produksi itu seperti mengajak saya pulang dan melihat lebih jauh tentang kota ini.  *** Saya lahir di Larantuka, kota kecil di bagian timur Flores. Saking kecilnya, orang sangat akrab dengan kalimat macam ini; " ke atas ko? " atau " ke bawah ko? ". Kalimat itu dilontarkan oleh para konjak (istilah untuk seseorang yang membantu sopir mikrolet) saat menawarkan jasa angkutan mereka.  Kota kecil ini bisa dikelilingi hanya seharian, itu pun dengan jalan kaki. Bisa juga tidak sampai sehari, jika menggunakan sepeda motor.  Orang-orang mengenalnya dengan kota tua, kota Ratu, atau kota Renha, tempat kerajaan Katolik tertua satu-satunya di Nusantara berdiri hingga kini. Kapela Tuan Ana yang ada di kota Larantuka. (Foto: google) Saya tumbuh di kota yang sederhana ini;...

Jurnalisme Warga

Jurnalisme warga atau Citizen Journalism dapat diartikan sebagai prakterk jurnalisme yang dilakukan oleh orang biasa. Orang biasa yang dimaksud adalah mereka yang bukan wartawan yang bekerja di media profesional. Dengan jurnalisme warga, setiap orang bisa membuat berita dan mendistribusikan informasi secara global. Jurnalisme warga ini  mengembangkan new media  di berbagai daerah yang didukung dengan teknologi.  Jurnalisme warga turut melahirkan media-media indie yang memfasilitasi dan terbuka untuk semua orang untuk memproduksi berita dan menyebarkan informasi yang mereka miliki.  Ada 6 kategori jurnalisme warga 1. Audience Participation 2. Independent News  3. Situs Berita Partisipatoris Murni 4. Colaboratif & Contributory 5. Personal Boarcasting Site Tantangan dari jurnalisme warga adalah akurasi, kredibilitas dan ketaatan pada kode etik jurnalistik. Saking bebasnya mengeksplorasi informasi, warga yang memproduksi berita tidak menggunakan kaid...

Jumlah Anggota DPRD Perempuan di Kab/Kota se-NTT Belum Capai 10%

  Jumlah anggota DPRD perempuan Kab/Kota se-NTT belum pernah mencapai 10% sejak 2015 hingga 2022. Jumlah ini masih berkisar dari 8,14%-9,38%.  Di tahun 2015, setahun setelah pemilu 2014, menjadi persentase tertinggi jumlah anggota DPRD perempuan di NTT yaitu 9,38% atau 61 perempuan dari 650 orang. Sedangkan pada periode pemilu 2019, jumlah perempuan yang duduk di kursi DPRD tingkat Kab/Kota se-NTT sebesar 8,98% dari jumlah anggota DPRD laki-laki atau 58 perempuan dari 646. Angka ini menunjukan rendahnya keterlibatan perempuan di dalam parlemen meski setiap partai politik patuh untuk melibatkan minimal 30% perempuan dalam pendirian maupun dalam kepengurusan partai sesuai UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.  Jumlah perempuan yang duduk di lembaga legislatif baik tingkat kabupaten hingga pusat akan berpengaruh terhadap pengambilan kebijakan yang berpijak dan ramah pada perempuan.